Citizen Entrepreneurs: Membangun Kota Pintar dan Berkelanjutan
Oleh. Mustofa Faqih.*
Konsep "kota pintar" (smart city) seringkali diasosiasikan dengan teknologi canggih, sensor di mana-mana, dan in frastruktur digital yang dikelola oleh pemerintah atau korporasi besar. Namun, narasi ini seringkali mengabaikan elemen paling vital: warga kotanya sendiri. Di tengah kompleksitas tantangan urbanisasimulai dari kemacetan, polusi, kesenjangan sosial, hingga kebutuhan akan ruang hijau pendekatan top-down saja tidak lagi memadai. Citizen entrepreneurs adalah kekuatan transformatif yang esensial dalam membangun kota pintar dan berkelanjutan, mengubah warga dari sekadar pengguna menjadi inovator aktif yang merancang, mengimplementasikan, dan memelihara solusi urban dari akar rumput.
Citizen entrepreneurs adalah individu atau kelompok warga yang mengidentifikasi masalah di lingkungan perkotaan mereka dan berinisiatif menciptakan solusi inovatif, seringkali dengan menggunakan pendekatan kewirausahaan. Mereka mungkin tidak selalu berlabel "startup" atau "bisnis", tetapi mereka menerapkan pola pikir wirausaha: mengidentifikasi kebutuhan, memobilisasi sumber daya, mengambil risiko, dan menciptakan nilai—baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan—bagi komunitas mereka. Ini bisa berupa inisiatif komunitas untuk mengelola sampah, platform ridesharing lokal, proyek pertanian urban, atau bahkan seni instalasi yang merevitalisasi ruang publik yang terbengkalai.
Peran pemerintah dalam memberdayakan citizen entrepreneurs sangatlah krusial. Ini memerlukan pergeseran paradigma dari kontrol yang kaku menjadi fasilitasi dan kolaborasi. Pemerintah kota harus menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan inisiatif warga untuk berkembang, seperti penyediaan open data yang mudah diakses, pembentukan urban living labs atau sandbox di mana ide-ide dapat diuji, serta kemudahan perizinan untuk proyek-proyek inovatif skala kecil. Selain itu, pemerintah dapat bertindak sebagai matchmaker, menghubungkan citizen entrepreneurs dengan sumber daya, mentor, dan potensi pendanaan dari sektor swasta atau filantropi.
Salah satu dampak paling signifikan dari citizen entrepreneurs adalah revitalisasi ruang publik dan peningkatan kualitas hidup. Melalui inisiatif mereka, lahan kosong dapat diubah menjadi kebun komunitas yang produktif, gang-gang sempit menjadi galeri seni jalanan, atau area terbengkalai menjadi pusat aktivitas komunitas. Contohnya adalah gerakan tactical urbanism yang sering dipimpin oleh warga, menggunakan intervensi cepat dan biaya rendah untuk secara instan meningkatkan kegunaan dan estetika ruang kota. Ini tidak hanya memperindah lingkungan, tetapi juga mendorong interaksi sosial, mengurangi tingkat kejahatan, dan menumbuhkan rasa kepemilikan di kalangan warga.
Lebih jauh lagi, citizen entrepreneurs adalah pendorong utama solusi keberlanjutan di tingkat lokal. Mereka seringkali yang pertama mengidentifikasi masalah lingkungan spesifik di lingkungan mereka dan mengembangkan solusi yang inovatif dan relevan. Ini bisa berupa sistem pengelolaan air hujan, program daur ulang berbasis komunitas, inisiatif energi surya skala kecil, atau bahkan bisnis yang mempromosikan konsumsi berkelanjutan. Karena solusi ini berakar pada komunitas, mereka cenderung lebih mudah diadopsi dan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang, berkontribusi langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat kota.
Meskipun demikian, citizen entrepreneurs menghadapi tantangan unik. Keterbatasan akses ke permodalan, kurangnya kapasitas dalam manajemen proyek atau scaling, serta hambatan birokrasi yang tidak fleksibel adalah beberapa di antaranya. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pembiayaan inovatif seperti crowdfunding berbasis komunitas, dana investasi dampak lokal, atau program hibah mikro yang dirancang khusus untuk inisiatif warga. Selain itu, program pelatihan dan mentoring yang disesuaikan dapat membantu citizen entrepreneurs mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menskalakan dampak mereka.
Secara politik, mendukung citizen entrepreneurs adalah investasi cerdas dalam legitimasi dan tata kelola yang baik. Ketika warga merasa suara mereka didengar dan inisiatif mereka didukung, rasa kepemilikan dan partisipasi sipil akan meningkat. Ini mengurangi potensi konflik, membangun kohesi sosial, dan menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Ini adalah bukti nyata bahwa pemerintah tidak hanya memerintah, tetapi juga memberdayakan warganya untuk menjadi arsitek masa depan kota mereka sendiri.
Tentu dengan demikian, membangun kota pintar dan berkelanjutan di abad ke-21 tidak dapat dicapai tanpa peran aktif citizen entrepreneurs. Mereka adalah jantung inovasi urban, membawa energi, ide-ide segar, dan pemahaman mendalam tentang kebutuhan lokal. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dan merangkul semangat kewirausahaan warga, pemerintah dapat mengoptimalkan potensi kreatifitas kolektif, mengatasi masalah urban yang kompleks, dan pada akhirnya, membangun kota yang tidak hanya efisien secara teknologi, tetapi juga manusiawi, inklusif, dan berdaya tahan bagi seluruh penghuninya.
* Praktisi Entrepreneurship & Busines Consultant.