Memilih Berobat atau Bersabar dan Tawakkal?
Pada dunia yang semakin modern dan dinamis, banyak orang menghadapi berbagai tantangan kesehatan. Dalam konteks keimanan, pertanyaan muncul: Apakah seorang muslim harus memilih antara berobat atau bersabar serta bertawakkal pada Allah? Pertanyaan ini tidak hanya relevan dalam konteks individu, tetapi juga menjadi topik penting dalam diskusi hukum Islam. Berdasarkan hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan pendapat para ulama, terdapat perbedaan pandangan mengenai hukum berobat dan tawakkal. Namun, secara umum, Islam menekankan keseimbangan antara usaha manusia dan kepercayaan pada Tuhan.
Dalam tradisi keislaman, penyembuhan bisa dilakukan melalui dua cara: dengan berobat (menggunakan obat-obatan atau pengobatan medis) atau dengan bersabar dan bertawakkal kepada Allah. Kedua pilihan ini memiliki dasar teologis dan hukum yang berbeda. Sebagian ulama menyatakan bahwa berobat adalah wajib jika dikhawatirkan dapat merusak tubuh atau jiwa seseorang. Sementara itu, lainnya menilai bahwa bersabar dan bertawakkal lebih utama, terutama jika kondisi kesehatan seseorang tidak terlalu mengancam. Namun, hal ini tidak berarti bahwa berobat dilarang sama sekali. Justru, Islam memberikan ruang bagi manusia untuk menggunakan akal dan kemampuan mereka dalam mencari solusi.
Selain itu, ada beberapa hadits yang menjelaskan bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memandang masalah kesehatan. Misalnya, dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa ada 70.000 orang dari umatnya yang akan masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan tathayyur (beranggapan sial), tidak meminta ruqyah, dan tidak meminta dikay (pengobatan dengan besi panas). Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal pada Allah adalah nilai yang sangat dihargai dalam agama ini. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah berobat ketika sakit, yang menunjukkan bahwa berobat bukanlah sesuatu yang dilarang. Yang penting adalah niat dan cara berobat tersebut.
Hukum Berobat dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, hukum berobat tidak selalu sama untuk setiap kondisi. Ada beberapa kategori yang perlu dipertimbangkan. Pertama, berobat bisa menjadi wajib jika tidak berobat akan berakibat fatal, seperti kehilangan nyawa atau kerusakan organ tubuh. Kedua, berobat disunnahkan jika tidak berobat akan melemahkan tubuh, namun belum sampai ke tingkat bahaya. Ketiga, berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimbulkan risiko serius. Terakhir, berobat bisa dihukumi makruh jika justru membahayakan kesehatan, misalnya dengan menggunakan obat yang salah atau cara pengobatan yang tidak benar.
Para ulama seperti Syaikh Sholih Al Munajjid memberikan penjelasan yang rinci mengenai hukum berobat. Menurutnya, berobat wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri. Disunnahkan jika tidak berobat bisa melemahkan badan, namun tidak sampai ke tingkat bahaya. Mubah jika tidak menimbulkan dua kondisi pertama, dan makruh jika berobat justru menyebabkan penyakit yang lebih parah. Pendapat ini memberikan kerangka kerja yang jelas bagi umat Islam dalam menentukan apakah harus berobat atau tidak.
Keutamaan Bersabar dan Bertawakkal
Meskipun berobat diperbolehkan, Islam juga menekankan pentingnya kesabaran dan tawakkal. Hadits tentang wanita yang terkena penyakit ayan memberikan contoh bagaimana kesabaran bisa mendatangkan ganjaran besar. Dalam hadits tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menawarkan dua pilihan kepada wanita itu: sabar dan mendapatkan surga, atau berobat dan disembuhkan. Wanita itu memilih sabar, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa agar auratnya tidak terbuka. Ini menunjukkan bahwa kesabaran adalah bentuk ibadah yang mulia dan memiliki dampak positif bagi kehidupan akhirat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menegaskan bahwa berobat bukanlah satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyakit. Dalam beberapa kasus, kesabaran dan doa bisa lebih efektif daripada pengobatan medis. Ia menyebutkan bahwa ada sahabat Nabi yang tidak berobat, seperti Ubay bin Ka’ab dan Abu Dzar, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyalahkan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak memaksakan seseorang untuk berobat jika ia mampu menahan sakitnya.
Peran Doa dan Tawakkal dalam Pengobatan
Doa dan tawakkal memiliki peran penting dalam proses penyembuhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa untuk orang yang sakit, dan ini menunjukkan bahwa doa adalah bagian dari proses pengobatan. Namun, doa harus disertai dengan usaha manusia. Seperti yang dijelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, doa akan lebih bermanfaat jika pasien memiliki niat yang benar dan orang yang memberi obat juga bertakwa dan bertawakkal pada Allah. Ini menunjukkan bahwa pengobatan tidak hanya tentang fisik, tetapi juga spiritual.
Seorang muslim harus memahami bahwa berobat adalah bagian dari usaha manusia, sedangkan kesembuhan datang dari Allah. Oleh karena itu, setiap kali seseorang berobat, ia harus yakin bahwa obat hanyalah sebab, sementara kesembuhan adalah karunia dari Allah. Ini adalah prinsip yang penting untuk menjaga keseimbangan antara usaha dan tawakkal.
Pandangan Ulama tentang Berobat dan Sabar
Para ulama memiliki pandangan berbeda mengenai apakah berobat atau bersabar lebih utama. Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad, berpendapat bahwa bertawakkal lebih utama bagi yang kuat. Namun, lainnya seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menilai bahwa berobat tidak termasuk tercela, selama niatnya benar. Ia menegaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang berobat, tetapi menekankan bahwa doa dan tawakkal harus tetap menjadi prioritas utama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menjelaskan bahwa berobat tidak wajib menurut mayoritas ulama, kecuali dalam situasi tertentu. Ia menyebutkan bahwa ada ulama Syafi’i dan Hambali yang berpendapat bahwa berobat wajib jika dikhawatirkan akan merusak tubuh. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa berobat adalah sunnah, bukan wajib. Ini menunjukkan bahwa Islam memberikan fleksibilitas dalam menghadapi masalah kesehatan.
Kesimpulan
Dalam Islam, berobat dan bersabar adalah dua cara yang bisa digunakan dalam menghadapi penyakit. Keduanya memiliki dasar teologis dan hukum yang berbeda. Berobat diperbolehkan, terutama jika dikhawatirkan akan membahayakan kesehatan. Namun, kesabaran dan tawakkal juga sangat dihargai, terutama dalam situasi yang tidak terlalu mengancam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah berobat, tetapi juga menekankan pentingnya doa dan tawakkal. Oleh karena itu, seorang muslim harus memahami bahwa berobat adalah bagian dari usaha manusia, sementara kesembuhan adalah karunia dari Allah. Dengan demikian, keseimbangan antara usaha dan tawakkal adalah kunci untuk menjalani kehidupan dengan penuh iman dan ketenangan.